iNews Football – Manchester City, tim yang telah menjadi simbol dominasi di bawah asuhan Pep Guardiola, kini berada di tengah badai kritik. Lima kekalahan beruntun di semua kompetisi telah mencoreng rekor impresif mereka. Kekalahan terakhir dari Tottenham Hotspur dengan skor telak 0-4 di Etihad Stadium, menjadi salah satu pukulan terberat bagi Cityzens.
Bagi Guardiola, ini bukan hanya sekadar statistik buruk, tetapi juga periode terburuk sepanjang karier kepelatihannya. Publik mulai bertanya-tanya, apa yang salah? Apakah ini akhir dari era dominasi City?
Baca juga:
“Rudal Hipersonik Oreshnik Rusia: NATO dan Ukraina Gelar Rapat Darurat, Pertahanan Barat Lumpuh.“
Salah satu argumen yang mencuat adalah soal usia pemain Manchester City. Dari sembilan pemain inti, banyak yang telah menginjak usia di atas 30 tahun, di antaranya:
Namun, Guardiola menepis anggapan bahwa usia menjadi penyebab penurunan performa.
“Itu tergantung performa. Saya tidak melihat umur, saya melihat kinerja,” tegas Guardiola kepada The Guardian.
Ia juga menambahkan bahwa tim dengan usia pemain serupa telah sukses memenangkan Premier League beberapa bulan lalu.
“Jika ini masalah usia, kenapa beberapa pekan lalu kami masih berjaya?”
Meski usia bukan masalah utama, ada beberapa faktor lain yang jelas memengaruhi penurunan performa City:
Absennya Kevin De Bruyne karena cedera telah membuat lini tengah City kehilangan kreativitasnya. Sebagai motor serangan, De Bruyne adalah pemain yang mampu mengatur ritme permainan dan memberikan umpan-umpan mematikan.
City telah memainkan pertandingan tanpa jeda di berbagai kompetisi. Jadwal yang padat memengaruhi fisik dan mental pemain, terutama bagi mereka yang harus bermain di setiap laga.
Kehilangan Ilkay Gundogan yang pergi ke Barcelona meninggalkan kekosongan besar di lini tengah. Mateo Kovacic, meskipun berpengalaman, masih dalam proses adaptasi dengan filosofi permainan Guardiola.
Guardiola dikenal dengan taktik revolusionernya, tetapi tidak semua eksperimennya berhasil. Beberapa formasi baru yang diterapkannya terlihat kurang efektif, terutama saat menghadapi tim dengan pressing ketat seperti Tottenham.
Kekalahan berturut-turut membawa dampak buruk bagi kepercayaan diri tim. Tanpa mentalitas juara yang biasanya melekat pada City, mereka terlihat kehilangan arah di lapangan.
Kekalahan telak 0-4 dari Tottenham di kandang sendiri menjadi titik terendah City musim ini. Tidak hanya soal skor, tetapi juga cara bermain City yang kehilangan identitasnya.
Guardiola mengakui bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi performa buruk timnya.
“Jika saya tahu penyebab pastinya, saya akan segera memperbaikinya, tetapi ini bukan hal sederhana,” ujarnya.
Guardiola dan timnya perlu segera mengambil tindakan untuk keluar dari krisis ini. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:
Kembalinya Kevin De Bruyne dan pemain-pemain lain yang cedera akan memberikan dorongan besar. Kehadirannya sangat penting untuk mengembalikan kreativitas di lini tengah.
Guardiola perlu menemukan formasi yang stabil dan cocok untuk pemain yang tersedia. Rotasi penting, tetapi terlalu sering mengganti formasi dapat mengganggu konsistensi tim.
City harus mengembalikan semangat juang yang menjadi ciri khas mereka. Pertandingan besar berikutnya dapat menjadi momen untuk membalikkan keadaan.
Pemain seperti Bernardo Silva, Kyle Walker, dan Ilkay Gundogan masih memiliki pengalaman dan kualitas yang luar biasa. Guardiola harus memanfaatkan mereka sebagai pemimpin di lapangan.
Manchester City sedang berada di persimpangan jalan. Periode negatif ini bisa menjadi momen refleksi, bukan hanya bagi Guardiola, tetapi juga bagi seluruh tim. Menyalahkan usia pemain tidak akan menyelesaikan masalah, karena performa buruk City berasal dari kombinasi berbagai faktor.
Sebagai tim dengan DNA juara, City memiliki kapasitas untuk bangkit. Dengan strategi yang tepat, mereka tidak hanya bisa keluar dari periode sulit ini tetapi juga kembali menjadi tim yang ditakuti di semua kompetisi.